Biasakan Diri Mencantumkan Identitas Sesudah Menulis Buku Bimbing

Menulis buku, apalagi buku bimbing, memiliki tujuan yang mulia. Penulis akan berkontribusi bagi kemajuan pendidikan di negerinya.


 


Seperti yang telah kita pahami, buku asuh biasa dipakai untuk proses pembelajaran. Jenis buku ini tidak cuma dijadikan pegangan oleh akseptor bimbing, namun juga pendidik. Bagi para peserta bimbing, buku dapat digunakan untuk mencar ilmu secara mampu berdiri diatas kaki sendiri di luar jam pelajaran. Selain itu, buku ini juga bisa dijadikan selaku sarana untuk mempelajari aneka macam bahan yang disampaikan dalam aktivitas mencar ilmu-mengajar. Bagi tenaga pendidik, buku ini bisa dijadikan media penyampaian ilmu, peran-peran, sekaligus acuan untuk membuat silabus.


Dewasa ini, terlalu banyak persebaran buku latih di pasaran buku. Jenis buku ajar yang beredar begitu beragam sehingga para akademisi perlu menentukan dan memilah dengan cermat buku bimbing yang paling sesuai digunakan untuk para penerima asuh. Sayangnya, banyak buku bimbing tanpa identitas penulis yang terdistribusi di seluruh kawasan negeri. Hal ini menyebabkan para pendidik maupun peserta ajar kesusahan meminta pertanggungjawaban jika mutu buku kurang baik. Para pengguna buku ajar juga akan kesulitan menelepon penulis dikala ditemukan kesalahan atau hal-hal yang tidak semestinya ada dalam buku.


Adanya buku ajar yang kurang pantas beredar atau kurang berkualitas ini kemudian menerima jawaban dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Sebagai tindak lanjut atas beredarnya buku-buku ajar yang dinilai kurang pantas ini, Menteri kemudian melarang penggunaan buku pelajaran atau buku didik yang tidak mencantumkan identitas penulis dengan jelas.


Tentunya larangan tersebut berkaitan dengan tujuan pelaksanaan pendidikan. Jika buku didik yang digunakan tidak pantas atau tidak berkualitas, sudah pasti akan memunculkan pengaruh bagi para penggunanya. Larangan akan beredarnya buku asuh yang tidak lengkap dengan identitas penulis juga menjadi salah satu upaya memperbaiki mutu media pembelajaran.


Untuk menindak lanjuti adanya larangan tersebut, penulis dan penerbit buku dapat lebih cermat dalam proses penerbitan. Penulis perlu mencantumkan identitasnya secara lengkap terhadap penerbit buku. Begitupun penerbit buku, mereka tidak boleh lupa mencantumkan identitas penulis. Hal ini merupakan keharusan yang dihentikan dilupakan. Selain itu, upaya tersebut juga ialah salah satu cara untuk meningkatkan kualitas buku pendidikan.


Himbauan untuk mencantumkan identitas ini ialah salah satu langkah-langkah untuk mengenali seberapa jauh kemampuan penulis dalam menguasai bidang keilmuannya. Tentu hal tersebut telah nampak dari cara penulis menyuguhkan bahan dalam bukunya. Selain itu, langkah-langkah tersebut juga perlu didukung oleh kerja profesional penerbit buku sehingga tidak asal pilih meloloskan karya yang akan diterbitkan.


Pencantuman identitas yang lengkap dapat dijadikan selaku salah satu cara memberi masukan terhadap penulis. Tiap-tiap pengguna buku asuh nantinya mampu menghubungi penulis kalau terdapat kelemahan atau kesalahan pada buku tersebut. Dengan adanya jawaban dari para pengguna buku didik, harapannya perbaikan mutu buku akan tercapai. Selain itu, para penulis juga akan lebih membuka diri dan membangun komunikasi dengan para pengguna bukunya. Ia tidak hanya sekedar menulis buku dan menerbitkannya lalu berlalu begitu saja.


Tidak hanya perbaikan dari sisi penulis saja yang perlu dijadikan selaku catatan, para pengguna buku didik juga semestinya turut aktif dalam menganggap kelayakan buku-buku yang beredar di dunia pendidikan. Pengguna mampu memberikan pribadi masukannya kepada penulis sehingga tidak ada lagi argumentasi bagi penulis bahwa mereka tidak mendapatkan feedback.


Kemudian tugas serta orang bau tanah peserta asuh juga sungguh diperlukan. Mereka yang berperan selaku wali mampu meninjau kelayakan isi buku yang digunakan oleh putera-puterinya di sekolah. Ketika dijumpai aneka macam hal yang kurang berkaitan dalam buku, para orang tua dihimbau untuk tidak segan melaporkan hal tersebut.


Di samping itu, sekolah-sekolah yang menggunakan buku latih selaku media pembelajaran juga perlu lebih jeli dalam memilih buku yang digunakan para akseptor didiknya. Segenap komponen pendidikan di sekolah tentunya perlu mengetahui dan menilai kelayakan isi buku yang beredar. Hal ini perlu diterapkan selaku wujud kepedulian akan kualitas pendidikan.


Perlu juga dipahami bahwa sekolah-sekolah yang masih memakai buku tanpa identitas penulis akan dikenai hukuman. Beberapa waktu lalu memang belum ada hukuman tegas yang mengendalikan hal ini. Namun, dalam waktu erat peraturan perihal penggunaan buku bimbing di sekolah akan secepatnya disahkan. Sekolah yang masih memakai buku ajar tanpa identitas penulis lengkap akan dikenai hukuman berupa pencabutan derma operasional sekolah hingga pemecatan kepala sekolah.


Dalam memahami fenomena ini, penulis semestinya memerhatikan himbauan ini dikala menulis buku latih. Tidak hanya menyerahkan naskah terhadap penerbit buku, dia juga mesti melengkapi identitas. Begitupun dengan beberapa orang yang menulis buku pendidikan tersebut. Tim penyusun semestinya menuliskan identitas masing-masing anggota. Hal ini menjadi penting, sebab pencantuman identitas penulis buku latih sudah tertuang dalam Permendikbud.


Terdapat beberapa poin dalam identitas penulis yang perlu dilampirkan setelah penulis final menulis buku. Penulis perlu menuliskan uraian latar belakangnya, yang mencakup nama lengkap, alamat rumah dan kantor, serta alamat media sosialnya. Tidak hanya itu, riwayat pendidikan, pekerjaan, dan karya-karya yang ditulis selama 10 tahun terakhir juga dihentikan dilewatkan. Kemudian penulis juga perlu mencantumkan pas foto sebagai kelengkapan identitas. Dengan menyanggupi pelampiran identitas ini, penulis dianggap mempunyai tanggung jawab dalam kontribusinya meningkatkan kualitas buku asuh di tanah air.


Sebagai wujud bantuan sebenarnya dalam memajukan kualitas pendidikan tanah air, tentunya para penulis dan penerbit buku tidak bekerja dengan mementingkan produktivitas semata. Kedua pihak tersebut perlu berafiliasi dengan baik untuk menerbitkan buku asuh yang berkualitas dan layak digunakan sebagai media pembelajaran. Penulis selaku orang yang menulis buku pendidikan pun perlu melaksanakan evaluasi diri untuk menyaksikan layak atau tidaknya buku yang ia tulis. Penerbit buku juga perlu lebih ketat dalam melakukan seleksi. Jangan hingga buku-buku yang akan dicetak, diterbitkan, dan diedarkan tidak relevan dengan ketentuan yang telah ditetapkan.


 


Referensi:



  1. http://m.beritasatu.com/pendidikan/374288-penulis-buku-sekolah-harus-mencantumkan-data-penulis diakses pada tanggal 31 Juli 2016 pukul 19:45 WIB

  2. http://www.anggapan-rakyat.com/nasional/2016/05/03/sekolah-dilarang-gunakan-buku-dengan-penulis-tak-terperinci-368335 diakses pada tanggal 31 Juli 2016 pukul 19:49 WIB


[Wiwik Fitri Wulandari]



Sumber mesti di isi

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama