Badan Pusat Statistik (BPS) umumkan mengenai data inflasi bulan Agustus 2020. Seperti yang telah dapat diprediksi, terjadi deflasi.
Untuk dimengerti, Indonesia sudah dua bulan berturut-turut alami inflasi negatif.
BPS mencatat pada bulan Agustus terjadi deflasi sebesar 0,01 persen bila dibandingkan dengan bulan sebelumnya (month-to-month/MtM). Hal ini menjadi deflasi kedua dalam dua bulan beruntun.
Pada bulan Maret-April 2011 adalah kali terakhir deflasi yang terjadi dalam dua bulan beruntun.
Sementara bila dilihat secara tahunan (year-on-year/YoY) terjadi inflasi sebesar 1,32 persen. Ini yaitu yang menjadi terendah sejak bulan Mei 2000.
Dalam jumpa pers hari Selasa (1/9/2020) Suhariyanto -Kepala BPS- menyampaikan, “Daya beli masyarakat belum pulih alasannya adalah pandemi Covid-19”.
Dampak yang terjadi imbas dari pandemi virus corona memang terasa luar biasa. Virus ini tidak hanya mengancam kesehatan insan saja, namun juga mengacaukan dua segi ekonomi sekaligus, yakni pasokan dan seruan.
Beberapa upaya telah dikerjakan untuk menekan jumlah kasus penyebaran virus yang awalnya menyebar di Kota Wuhan, China tersebut. Di antaranya adalah dengan cara pembatasan sosial atau sosial distancing.
Tidak hanya itu, warga masyarakat juga disarankan untuk tidak keluar rumah kecuali untuk persoalan yang penting dan mendesak.
Kondisi yang membahas ihwal protokol kesehatan membuat orang harus mengambil jarak satu sama lain, apalagi lagi yakni tentang larangan untuk bergerombol.
Hal ini yang menciptakan bisnis restoran, daerah rekreasi, sampai sentra perbelanjaan alami pengurangan dalam hal jumlah pengunjung.
Dampak pandemi virus corona yang paling faktual adalah gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Jika melihat catatan dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan, jumlah dari pekerja yang alami PHK sampai bulan Juli tercatat mencapai jutaan orang.
Deflasi pada bulan Juli-Agustus memberi persepsi bahwa faktor konsumsi rumah tangga di kuartal III-2020 belum mampu diperlukan. Peluang perkembangan negatif mirip pada kuartal II-2020 tampaknya cukup tinggi.
Padahal mirip yang diketahui, konsumsi rumah tangga yaitu penopang utama dari Produk Domestik Bruto (PDB) nasional. Itu artinya, jikalau konsumsi kembali alami negatif, maka ekonomi secara keseluruhan akan menjadi sukar berkembang.
Kuartal III-2020 memang masih tersisa sebulan lagi. Tetapi bila melihat konsumsi rumah tangga yang begitu rendah, rasanya sukar untuk berharap bahwa ekonomi bisa tumbuh.
Dalam kesempatan yang lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani pernah mengatakan, “Kunci utamanya yakni konsumsi dan investasi. Kalau konsumsi masih negatif meski pemerintah sudah all out maka akan sulit masuk netral tahun ini”.
Sumber stt.ac.id