Kabar terkait mata duit digital rupiah atau Central Bank Digital Currency (CBDC) yang mau digunakan di abad depan dalam transaksi keuangan, akibatnya dijabarkan oleh Bank Indonesia (BI). BI menjelaskan bahwa pihaknya kini tengah merumuskan pembuatan mata duit digital apabila nanti dibutuhkan.
Mengutip klarifikasi resminya pada hari Senin (31/5/2021), pihak BI menulis, “Sehingga akan melihat kondisi ekonomi dan konteks digitalisasi yang sedang didorong oleh Bank Indonesia”.
CBDC yang nantinya bernama Digital Rupiah ini, adalah berbentuk duit digital yang akan diterbitkan dan dikendalikan oleh bank sentral. Pasokannya bisa ditambahkan atau dikurangi oleh bank sentral untuk meraih tujuan ekonomi.
Digital Rupiah ini menjadi suatu representasi duit digital yang menjadi simbol kedaulatan negara atau sovereign currency yang diterbitkan bank sentral dan menjadi bab dari keharusan moneternya.
Digital Rupiah berlainan dengan uang elektronik. Digital Rupiah ialah duit digital yang diterbitkan bank sentral sehingga ialah kewajiban bank sentral terhadap pemegangnya.
Sementara uang elektronik yakni instrumen pembayaran yang diterbitkan oleh pihak swasta atau industri dan merupakan keharusan penerbit uang elektronika tersebut kepada pemegangnya.
Digital Rupiah juga berbeda dengan uang kripto (cryptocurrency) mirip Bitcoin dan semacamnya. Di mana cryptocurrency tidak diregulasi oleh regulator manapun dan sebagian pasokannya terbatas.
Digital Rupiah akan digadang-gadang menjadi CBDC milik Indonesia. CBDC yakni bentuk mata uang digital atau fiat sebuah negara yang juga merupakan klaim milik bank sentral. Alih-alih mencetak uang fisik, bank sentral di sebuah negara akan menerbitkan koin atau rekening elektronik yang disokong oleh kepercayaan dan kredit penuh dari pemerintah.
Selama bertahun-tahun, otoritas pengatur perbankan tradisional di seluruh dunia telah berjuang untuk mengontrol dampak cryptocurrency populer mirip Bitcoin dan Ethereum yang bekerja dalam jaringan Blockchain.
Mata uang virtual semacam itu telah mendapatkan popularitas yang luar biasa, alasannya sifatnya yang terdesentralisasi dan bebas regulasi, dan juga telah menjadi bahaya bagi sistem perbankan tradisional ketika ini yang beroperasi di bawah lingkup dan kontrol otoritas pengatur keuangan sebuah negara, seperti bank sentral.
Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan bahwa ada tiga pertimbangan terkait planning penerbitkan CBDC tersebut.
Pertama, di Indonesia uang digital yakni ranah Bank Indonesia (BI) sebagai bank sentral. Hal Ini merupakan amanat Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang dijabarkan dalam UU Mata Uang dan UU Bank Indonesia.
Pada pertimbangan kedua, CBDC akan mendukung pelaksanaan kebijakan moneter, makroprudensial, dan metode pembayaran termasuk persiapan dari infrastruktur pasar keuangan, valuta aneh, dan sektor keuangan.
Pertimbangan ketiga, opsi teknologi yang digunakan oleh bank sentral untuk perumusan, dan teknologi platform yang dipakai.
Sumber stt.ac.id