Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meluruskan terkait ramainya pembicaraaan masyarakat mengenai pengenaan bea meterai kepada dokumen transaksi elektro, salah satunya terkait transaksi saham.
Seperti yang dikenali, mulai 1 Januari 2020, Pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan mengenakan bea materai atas transaksi surat berguna mirip saham di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Kebijakan ini sejalan dengan akreditasi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Materai (UU Bea Materai) pada 26 Oktober 2020.
Dalam regulasi tersebut, salah satu ketentuan dan penjelasan dari UU Bea Meterai tersebut menyatakan bahwa setiap Trade Confirmation (TC) tanpa batasan nilai nominal yang diterima penanam modal sebagai dokumen transaksi surat berharga akan dikenakan bea materai sebesar Rp 10.000 per dokumen.
Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI Laksono Widodo menerangkan, pengenaan bea materai Rp 10.000 ini berlaku per Trade Confirmation dalam satu hari, bukan untuk per lembar saham.
Pada konferensi pers APBN KiTa hari Senin (21/12/2020) kemarin, Sri Mulyani menyampaikan, “Nah bea meterai ini adalah pajak atas dokumen atau dalam hal ini keperdataan, tetapi bea meterai bukan pajak atas transaksi”.
Ia menambahkan, “Karena yang timbul seakan-akan setiap transaksi saham akan kena bea meterai, padahal ia bukan pajak dari transaksi namun pajak atas dokumennya”.

Transaksi Saham Akan Dikenakan Bea Materai, Ini Penjelasan Sri Mulyani
Sri Mulyani menerangkan, di bursa saham, bea meterai berlaku untuk dokumen TC atau dokumen konfirmasi jual beli saham.
Dokumen tersebut diterbitkan secara periodik, adalah harian, atas keseluruhan transaksi dalam satu hari. “Kaprikornus tidak dikenakan per transaksi jual beli saham seperti yang muncul di media sosial. Melainkan transaksi periodik,” kata Sri Mulyani.
Sebelumnya, di media umum sejumlah penanam modal ritel menyatakan penolakannya atas rencana pengenaan bea materai Rp 10.000 pada transaksi saham. Penolakan ini tak cuma disampaikan melalui akun media sosial di Twitter dan Instagram, tetapi juga dilayangkan dengan membuat petisi.
Petisi ini sendiri ditujukan terhadap Kementerian Keuangan, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Presiden Joko Widodo dan Bursa Efek Indonesia.
Menanggapi hal tersebut, Sri Mulyani menyampaikan bahwa tarif bea meterai akan mempertimbangkan batas kewajaran nilai dokumen dan memperhatikan kemampuan penduduk .
Ia juga mengaku, bahwa ketika ini dirinya telah menginstruksikan Direktorat Jenderal Perpajakan untuk melaksanakan penyusunan peraturan bea meterai ini, tergolong bagan penyediaan bea meterai atas dokumen elektronik yang memakai meterai elektronika.
“Distribusi dan infrastruktur penjualan yang harus dibutuhkan persiapan dan ini 1 Januari belum akan diberlakukan alasannya adalah antisipasi butuh beberapa waktu,” tuturnya.
Menurutnya, pengenaan bea meterai ini tidak berniat membebani penduduk , termasuk para anak muda yang mulai berinvestasi di saham atau surat berguna ritel (SBR) terbitan negara. Dia justru mendukung penuh agresi anak-anak muda yang melek investasi saham dan surat berguna.
Sumber stt.ac.id