Sejarah Wacana Penerbit Buku Secara Garis Besar

Penerbit buku diperkirakan banyak yang melarat sebab kalah berkompetisi dengan buku elektronik. Sampai detik ini, buku cetak memiliki tingkat keterbacaan lebih baik daripada buku elektronik.


Percetakan buku di Indonesia mengalami perkembangan dari tahun ke tahun. Dilihat dari sebaran jumlah penerbit bukti bahwa industri percetakan semakin hari dijadikan sebagai potensi . Selain percetakan buku, percetakan juga mencakup percetakan surat kabar dan percetakan pamflet/baliho. Secara lazim, percetakan yakni proses industri untuk memproduksi secara massal tulisan dan gambar di atas kertas menggunakan tinta dan memakai mesin cetak.


Jumlah percetakan untuk saat ini jumlahnya puluhan di setiap masing-masing kota. Menjadikan media ini selaku bisnis untuk dikomersilkan. Sistem yang dipakai setiap percetakan pun berbeda. mampu memakai teknik percetakan relief, sablon, rotogravure, pita jarum, inkjet, laser dan percetakan offset. Percetakan offset yaitu teknik cetak di atas film yang ditransfer ke plat cetak yang telah berkala. Sedangkan untuk metode percetakan buku ada metode royalti dan print on demand.


Berbicara ihwal percetakan, tidak ada salahnya sekali-kali melihat kebelakang. Bagaimana rupa percetakan buku itu didapatkan pertama kali? Bagaimana upaya penerbit buku bersama-sama tetap ada ditengah-tengah gencarnya media elektro? Berikut ulasannya.



  1. Sejarah Percetakan


Jumlah buku di Indonesia yang dikeluarkan setiap tahunnya telah terbilang banyak. Hanya saja dari sisi pembaca/konsumen masih terbilang mengamati. Berbicara soal buku dan percetakan, ternyata sejarah pada permulaan mulanya perumpamaan percetakan muncul melalui proses panjang. Tepatnya di abat ke-14 yang kemudian percetakan ini gres didapatkan oleh penduduk China.


Di periode pertama, China menemukan kertas. Di abat ke-11, lagi-lagi China membuat moveable type dari tanah. Dua tahun kemudian, Korea tidak mau kalah membuat moveable type dari perunggu. Penemuan mesin cetak oleh China pada waktu itu masih memakai simbol tertentu, yang cuma diketahui oleh kelompok mereka. Hal ini menyusahkan beberapa negara selain China untuk memahami.


Di potongan dunia lain, tepatnya di Eropa, bernama Johannes Gotenberg berhasil mempersempit mesin cetak penemuan China. Kebiasaan warga Eropa sebelum didapatkan mesin percetakan, dan semua gosip ditulis dengan tangan. Menulis satu buku misalnya, dahulu masih ditulisoleh ahli tulis (scribes) di salah satu ruang yang disebut scriptoria lebih dari satu tahun. Dari segi waktu, tenaga dan harga jauh lebih mahal. Tingkat keterbacaan pun juga terbatas, alasannya adalah tata cara penjualan juga tidak terdistribusi sempurna sasaran.


Metode percetakan buku dengan cara manual, ditulis memakai tangan, ternyata sudah berjalan semenjak zaman Renaisans. Berawal dari kekurangan menulis scribes, lambat laun terbersit untuk mencetak dengan mesin, mampu skala besar. Kemudian, di tahun 1440, Johannes Gutenberg dari Mainz, Jerman menemukan cara memproduksi buku massal. Penemuan Johannes terinspirasi dari ukiran duit logam dan arang dikala di atas kertas yang dikenal dengan cetak tinggi.


Berawal dari sinilah, dari tahun ke tahun percetakan semakin maju meningkat . Tidak cuma negara besar yang mampu membuka bisnis percetakan buku. Negara berkembang, dan kota-kota besar pun mulai banyak menjamur bisnis satu ini. Berdasarkan catatan IKAPI di Indonesia terdapat 1.328 penerbit buku. Penerbit paling besar berada di pulau Jawa, terdapat 687 penerbit. Kemudian di susul penerbit di Ibu kota sebanyak 504, sisannya dari non Jawa (http://www.ikapi.org/statistik). Dari data tersebut menunjukan bisnis percetakan di Indonesia meningkat cukup manis. Dari jumlah penerbit yang terdaftar tersebut, mereka memiliki keunggulan masing-masing.



  1. Penerbit Buku Menghadapi Zaman


Kehadiran dan usulan penerbit buku yang makin canggih dan gampang, juga menawarkan keuntungan bagi penulis. Salah satu keuntungan seorang penulis yakni, tidak menunggu terlalu usang. Dalam hitungan hari, bahkan jam, buku sudah siap untuk di distribukan. Dari pihak penerbit juga demikian, tidak merasa terbebani soal waktu penerbitan.


Sebagai penerbit buku bukan memiliki arti mampu berpangku tangan. Mereka mempunyai tanggung jawab memajukan minat baca masyarakat yang lebih kental dengan bahasa lisan. Perkembangan teknologi pun juga menantang penerbit akan dapat dipercaya dan kualitas. Contoh kasusnya, maraknya media sosial dan teknologi makin menawan masyarakat untuk ketergantungan dengan teknologi, dan mengesampingkan buku. Selain teknologi menunjukkan akomodasi, juga memperlihatkan kepraktisan. Sedangkan buku, dianggap membebankan, alasannya adalah harus mengeluarkan uang untuk membelinya. Secara waktu, buku mesti dibaca dan harus dibawa, tidak seefisien teknologi. Meskipun demikian, hingga detik bisnis percetakan buku tetap eksis dan bertahan.


Keberlangsungan buku cetak beberapa tahun yang lalu sempat diramalkan akan banyak yang kemundururan akhir teknologi. Kenyataannya, sampai detik ini eksistensi eksistensi buku masih tetap ada. Teknologi yang memperlihatkan banyak keunggulan, ternyata juga mempunyai kelemahan. Yaitu, ketika seseorang membaca di layar ponsel/smartphone/komputer tidak efektif dan kurang maksimal. Sedangkan, buku cetak dan surat kabar cetak mempunyai tingkat keterbacaan lebih besar. Hal ini disebabkan alasannya adalah kornea mata lebih tenteram membaca secara cetak. Ketika membaca di layar, kornea lebih singkat lelah, dibandingkan membaca secara cetak.


 


Dapat ditarik kesimpulan bahwa, bisnis penerbit buku tetap survive menghadapi gempuran zaman. Ditengah keprihatinan dan mungkin banyak yang beralih ke media online, penerbit cetak tetap terus terus melahirkan karya dan mendistribukan goresan pena para penulis berbakat dari tanah air. Semoga postingan ini bermanfaat dan selamat berkarya!


 


Referensi :



  1. http://www.kompasiana.com/evadayat/pemahaman-dan-sejarah-percetakan_54f7c70ba33311541d8b4977, diakses pada hari Senin, 16 Mei 2016, Pukul 08.25 WIB.

  2. https://id.wikipedia.org/wiki/Percetakan, diakses pada hari Senin, 16 Mei 2016, Pukul 08.40 WIB.

  3. http://www.ikapi.org/statistik diakses pada hari Senin, 16 Mei 2016, Pukul 09.25 WIB.


 


[Elisa]



Sumber mesti di isi

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama