Morgan Stanley Ramal Harga Emas Akan Jatuh Di Tahun Ini





Tahun 2020 memang menjadi era kejayaan emas. Harga logam mulia tersebut naik sebesar 25%. Namun pada tahun 2021 yang baru berjalan dua bulan ini, harga emas malah terpelanting.


Bahkan emas sudah dua kali drop ke bawah US$ 1.800/troy ons. Pertama pada awal Februari dan kedua belakangan ini.


Lagi-lagi, kabar jelek tiba dari komoditas tersebut. Pasalnya, harga emas diprediksi akan jatuh di kisaran US$ 1.800 per troy ounce (toz) pada selesai 2021. Morgan Stanley memproyeksikan harga emas diperdagangkan antara US$ 1.850 dan US$ 1.800 per toz.


Menurut Andrew Sheets selaku Kepala Strategi Lintas Aset untuk Morgan Stanley, sentimen bearish untuk harga emas dipicu oleh inflasi yang masih jinak dan harapan perekonomian yang membaik.


Menurutnya, inflasi akan berangsur naik. Namun kenaikan inflasi tidak cukup untuk mendorong harga emas bergerak lebih tinggi.


Melansir dari Kitcho hari Rabu (17/2/2021), Sheets menyampaikan, “Ekonom Morgan Stanley memperkirakan inflasi AS akan naik sedikit di atas 2% selama dua tahun ke depan. Kaprikornus ini bukan jenis skenario pelarian untuk inflasi yang tampaknya paling sesuai untuk emas”.


Harga emas diperkirakan bakal jatuh sebab adanya keinginan akan membaiknya kemajuan ekonomi. Itu mendorong imbal hasil obligasi menjadi lebih tinggi. Imbal hasil obligasi 10 tahun ketika ini diperdagangkan pada 1,2%, level tertinggi dalam hampir satu tahun.


“Momentum harganya jelek, artinya komoditas yang sering turun cenderung terus turun”, katanya lagi.


Morgan Stanley Ramal Harga Emas Akan Jatuh di Tahun Ini

Morgan Stanley Ramal Harga Emas Akan Jatuh di Tahun Ini


Sebelumnya, mengutip Kitco pada hari Senin (25/1/2021) kemudian, Carsten Fritsch, analis di Commerzbank mengatakan, “Minat investor (terhadap emas) sedang menurun dikala ini”.


Fritsch menyampaikan emas ketika ini terjebak di rentang US$ 1.800/troy ons sampai US$ 1.900/troy ons, dan butuh dorongan yang besar untuk keluar dari rentang tersebut.


“Dorongan yang dibutuhkan untuk keluar dari rentang dikala ini masih kurang, dan perlu dilihat apakah The Fed bisa menawarkan dorongan tersebut saat memberitahukan kebijakan moneter”, katanya.


Diketahui, emas yakni salah satu aset yang banyak dipegang ketika kinerja ekonomi sedang tidak baik. Resesi global yang terjadi di tahun 2020 akibat krisis kesehatan menciptakan minat investor terhadap aset ini meningkat.


Namun, pendapat di golongan analis dan investor condong terbelah. Harga emas berpotensi untuk konsolidasi seiring dengan tren wait and see yang terjadi.


Salah satunya yakni seorang analis dari Standard Chartered adalah Suki Cooper optimis harga emas masih memiliki potensi menguat.


Menurutnya kondisi makro ekonomi kini ini dengan stance kebijakan moneter dovish, tren pelemahan dolar AS, imbal hasil riil obligasi pemerintah AS yang negatif, kebijakan stimulus fiskal jumbo di kurun pemerintahan Biden sampai ekspektasi inflasi yang tinggi masih menjadi katalis nyata bagi logam mulia ini.







Sumber stt.ac.id

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama