Turki-China Semakin Mesra, Erdogan Raup Untung





Di tengah tekanan politik dan ekonomi saat ini, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mendapat keuntungan dari kemitraan strategis antara negaranya dengan China.


Associate Director of the programme on Turkey di Standford University Ayca Alemdaroglu dan Profesor Ilmu Politik di University of Illinois Chicago Sultan Tepe adalah dua peneliti Turki di Amerika Serikat (AS) yang menulis dalam sebuah laman Foreign Policy sebagaimana dikutip media Turki Ahval News, pekan lalu.


Alemdaroglu dan Tepe menulis China ialah kawan impor terbesar kedua sesudah Rusia. Negeri tirai bambu itu berperan krusial bagi pemerintahan Erdogan dan telah “memperkuat ‘tangan’ presiden pada periode-abad krusial”.


Dua peneliti tersebut juga menulis pola lain ihwal ‘kemurahan’ hati China. Seperti di ketika nilai lira Turki anjlok lebih dari 40 persen di tahun 2018 silam, Bank Industri dan Komersial milik China memperlihatkan pemberian sebesar US$ 3,6 miliar kepada Turki untuk proyek-proyek energi dan angkutanyang sedang berlangsung, berdasarkan laporan kantor isu China, Xinhua.


Menyusul indikasi penurunan bantuan terhadap Erdogan seiring hasil penyeleksian lazim di Istanbul tahun kemudian, Bank Sentral China ‘mentransfer’ US$ 1 miliar ke Bank Sentral Turki selaku bab dari swab agreement yang terakhir diperbaharui pada 2012.


Turki-China Makin Mesra, Erdogan Raup Untung

Turki-China Makin Mesra, Erdogan Raup Untung


“Uang tunai China membantu Erdogan karena tidak perlu mencari sumbangan dari lembaga-forum yang didominasi Barat seperti IMF yang hendak mengharuskannya untuk berkomitmen pada reformasi dan langkah-langkah lain yang dapat merusak kendalinya atas perekonomian negara. China juga menyediakan sumber daya yang sungguh diharapkan untuk mendanai megaproyek high-profile dan mempertahankan pembangunan di lapisan atas meskipun realitas ekonomi yang melumpuhkan di lapisan bawah.”


Alemdaroglu dan Tepe juga menerangkan dalam tulisannya, “Penguatan hubungan China dan Turki tampaknya menguntungkan kedua belah pihak. China telah memperoleh pijakan yang sungguh strategis di Turki, anggota NATO dengan pasar yang besar untuk energi, infrastruktur, teknologi pertahanan dan telekomunikasi di persimpangan Eropa, Asia, dan Turki. Untuk Turki dan Erdogan, China menyediakan sumber daya yang sangat diperlukan untuk mendanai megaproyek high-profile dan menjaga pembangunan walaupun realitas ekonomi yang melumpuhkan di bawahnya,”.


Kedua peneliti itu juga menambahkan, “China kini mengijinkan perusahaan Turki menggunakan China untuk melaksanakan pembayaran perdagangan, memungkinkan mereka lebih gampang mengakses likuiditas China dalam langkah lain dalam kolaborasi keuangan dan mengembangkan popularitas Erdogan yang sudah menyusut tahun ini. Utamanya selama pandemi Covid-19 dan krisis mata uang di Turki”.


Kedua peneliti itu juga mengatakan bahwa Turki kian dijauhi oleh negara Barat sebab praktik anti demokrasi di dalam negeri dan ekspansionisme di luar negeri. Tapi disebaliknya, praktik tersebut malah justru menciptakan China dan Turki menjadi makin akrab.


Alemdaroglu dan Tepe juga menyampaikan, “Korban dari kemitraan strategis China-Turki yang timbul ialah golongan-golongan seperti Uighur dan badung di kedua negara yang perlindungannya memerlukan sistem politik yang responsif di mana hak dan kebebasan dilindungi lewat forum dan proses demokrasi tanpa menjadikannya sekunder dibandingkan kelancaran dan kemajuan ekonomi.”







Sumber stt.ac.id

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama