Melakukan teknik menulis buku, hasratnya menyenangkan di awal. Ketika penulis mulai merasa kehabisan waktu dan bahan, mampu saja mereka mengalah.
Bagi orang yang pernah mempunyai kehendak untuk melaksanakan teknik menulis buku, niscaya mereka akan membayangkan apa yang terjadi sesudah mereka membukukan tulisannya. Apakah buku bakal laku? Lalu menjadi populer? Banyak duit alasannya adalah goresan pena? Atau cukup kepuasaan hati yang tersampaikan. Apapun itu, niscaya ada saat dimana penulis mulai mengandai-andai hasil yang mau didapat. Hal ini bukanlah sesuatu yang aneh, malah justru hal ini cukup manusiawi dan secara alamiah insan niscaya akan melakukannya. Tidak ada satu pekerjaan yang dilakukan oleh insan dengan tanpa ekspetasi. Ekspetasi itulah yang akan menjadi tolak keberhasilan manusia dalam suatu pekerjaan, termasuk menulis.
Namun, ekspetasi yang besar kadang kala justru dapat menghentikan seseorang penulis yang melakukan teknik menulis di tengah-tengah proses menulisnya. Hal ini disebabkan sebab penulis pemula kadang abad ragu akan teknik menulis. Apakah akan membantunya untuk meraih ekspetasinya? Atau justru merusaknya? Sikap yang tidak bersyukur atas pekerjaannya sendiri inilah yang kadang-kadang menciptakan para pemula minder. Keputusasaan ini juga sering kali disebabkan oleh teknik menulis yang tidak matang. Matang dalam hal ini juga bukan berarti harus mengambil segala referensi untuk menulis dari sumber-sumber ilmiah. Tetapi, matang dalam hal ini lebih kepada pematangan mental menulis yang wajib diciptakan. Oleh sebab itu, saatnya para penulis pemula berkenalan dengan trio teknik menulis ini!
On The Mood
Strategi menulis on the mood yaitu seni manajemen menulis disaat kita sedang on the mood alias ketika kita sedang ingin sekali menulis. Ibarat suka-suka gue, kita menulis dikala kita ingin saja. Ketika kita sedang banyak pekerjaan diluar itu, lewati menulis. Bahkan, ketika sedang malas untuk menulis, jangan menulis! Meninggalkan pekerjaan menulis disini bukan bermakna dikala kita tidak mood kita boleh untuk mengalah, namun lebih kepada keperluan dan harapan saja. Mungkin saja dikala itu kita sedang murung, berduka, bad mood, jenuh, kelelahan, mau tidak mau fikiran tersebut pasti akan menggangu kita untuk berpikir lebih jernih.
Sebaliknya, saat kita sedang betul-betul on the mood, seakan tidak ada yang mampu menghentikan kita. Sebab, ketika itulah segala wangsit yang selama ini tertupi oleh perasaan-perasaan negatif, mulai bangkit dari mereka. Bahkan pada beberapa kasus, on the mood juga mampu menunjukkan inspirasi baru dalam menulis. Namun, ketika kehendak kita mulai turun lagi setelah menulis beberapa kalimat, maka tinggalkanlah pekerjaan menulis. Itulah rancangan dari seni manajemen menulis on the mood.
Sayangnya, seni manajemen menulis on the mood tidak begitu disukai oleh beberapa orang. Hal ini disebabkan, seni manajemen semacam ini dapat menyebabkan kemalasan menulis. Kemalasan itu pula juga bisa jadi dilahirkan oleh perilaku menunggu on the mood, agar gampang mendapatkan ilham. Apalagi setelah berbulan-bulan berlalu, ilham tak kunjung tiba. Namun tetap saja, setiap orang memiiki tipikal yang berlawanan-beda. Bisa jadi penulis mahir terlahir dari seni manajemen menulis on the mood.
Let It Flow
Perlu digarisbawahi ‘let it flow’ bukanlah ‘let it go’, sebab teknik menulis yang satu ini bukanlah untuk ditinggalkan jikalau telah bosan. Justru taktik ini sering banyak dipakai oleh penulis pemula untuk menjadi penulis yang lebih ahli. Strategi ini juga sering dipakai pada proses free writing mirip pada postingan saya sebelumnya. Seperti alir yang mengalir, dari hulu menuju hilir, air tak pernah berhenti mencari jalan yang lebih rendah dari titik awal. Contohnya, kita mampu menulis tentang universitas, kemudian ke kampus, terus ke kehidupan kampus, ada dosen, ada mahasiswa, itulah cara kita mengalirkan tulisan kita.
Seseorang yang tidak menulis ataupun berhenti, menurut Ahmadi (2015:71) disebabkan oleh satu aspek yait rasa takut. Rasa takut dalam masalah ini ialah perasaan takut akan kesalahan. Seorang penulis pemula seringkali takut untuk memulai alasannya takut melakukan kesalahan. Padahal, secara logika, seseorang akan benar-benar melakukan kesalahan kalau orang itu tidak pernah berani untuk mencoba. Ibarat kata, menyerah sebelum perang menjadi kalah sebelum perang. Orang semacam ini juga dijabarkan selaku orang yang membelenggu kesempatanpribadinya oleh ketakutan.
Oleh karena itu, buanglah fikiran benar salah dalam taktik ini. Yang terpenting menulislah selagi mampu, dan alirkanlah selagi menulis. Perkara nanti tulisan kita benar ataupun salah secara tata bahasa sampai kontekstualitas, cukup kita skip dulu ajaran semacam itu.
Eat-Write-Repeat
Bahasa gampang dari teknik menulis eat-write-repeat ialah ngemil sembari melaksanakan teknik menulis buku. Mungkin banyak dari kita yang tidak yakin menulis sembari ngemil tidak akan kuat banyak. Jangan salah! Justru dengan ngemil kita dapat menerima wangsit baru. Ada ungkapan terkenal dikalangan muda yang berbunyi “you are what you eat” (Anda adalah apa yang Anda makan). Maksudnya, hal-hal apa yang ada dalam diri kita dipengaruhi oleh apa yang kita makan. Tidak terkecuali ilham menulis. Jika masih tidak percaya, cobalah Anda menulis sesuatu sehabis mengkonsumsi kuliner yang paling Anda tidak sukai, dan beritahu karenanya.
Berdasarkan dari hal itu, sekarang cobalah untuk menulis sembari ngemil. Belilah cemilan yang sekiranya yummy lalu mulailah teknik menulis. Misalkan Anda suka kripiki kentang rasa balado, cobalah nikmati secara perlahan apa yang anda rasa sembari berpikir ihwal ilham untuk tulisan Anda. Seringkali, ada satu masakan yang kita tak tega unutk menghabiskannya dengan cepat, kita memakannya secara perlahan. Sebenarnya cara ini juga mampu menjadi mood booster untuk penulis semoga dapat memaksimalkan mood menjadi on the mood. Setali tiga uang, kita mampu melaksanakan dua bahkan tiga taktik sekaligus secara otomatis, dengan menulis sembari ngemil.
Tiga seni manajemen melaksanakan teknik menulis buku yang sudah diterangkan adalah cara paling mudah dan menggembirakan dalam melakukan teknik menulis buku. Terutama dalam mengawali proses menulis, kita tidak butuhterpaku dengan hal-hal yang memberatkan fikiran kita dulu. Cukup awali dengan sesuatu yang mengasyikkan untuk memulai hal besar. Semoga berguna dan selamat menulis!
[Mas Aji Gustiawan]
Referensi:
Ahmadi, Anas. 2015. Psikologi Menulis. Yogyakarta: Penerbit Ombak
Anda punya RENCANA MENULIS BUKU
atau NASKAH SIAP CETAK?
Silakan daftarkan diri Anda selaku penulis di penerbit buku kami.
Anda juga mampu KONSULTASI dengan Customer Care yang siap menolong Anda hingga buku Anda diterbitkan.
Anda TAK PERLU RAGU untuk segera MENDAFTAR.
Silakan ISI FORM di laman ini. 🙂
Sumber harus di isi