Teknik Menulis: 3 Pelanggaran Berat Dalam Menulis

Layaknya suatu permainan dalam sepak bola, teknik menulis buku untuk diterbitkan penerbit buku juga memuat berbagai pelanggaran yang berujung konsekuensi yang tidak ‘main-main’.


Dalam teknik menulis buku terlebih untuk diterbitkan penerbit buku, ternyata ada beberapa pelanggaran yang mesti diwaspadai penulis biar tidak mendapatkan hukuman. Biasanya pelanggaran tersebut muncul dari teknik menulis konten goresan pena sang penulis, bukan tata aturan kaidah menulis buku yang baik dan benar.


Oleh akibatnya, jenis pelanggaran dalam teknik menulis ini kadang-kadang cukup kontroversial sehingga menyebabkan banyak perdebatan. Baik dari pihak yang pro maupun kontra, pelanggaran ini nantinya akan menjurus kemana-mana.


Maka dari itu, jenis eksekusi bagi pelanggaran dalam menulis buku juga tidak coba-coba. Lalu, apa sajakah pelanggaran-pelanggaran yang dapat terjadi dalam menulis buku? Berikut ini penjabarannya:


1. Plagiarisme dalam Teknik Menulis


Siapa yang tidak ajaib dengan istilah ini? Walaupun istilah ini tiba dari dunia barat, tetapi mayoritas penduduk Indonesia serasa telah awam dengan perumpamaan ini. Ya, hal ini dikarenakan Indonesia terlalu sering melaksanakan plagiarisme dalam segala faktor kehidupan baik yang terencana ataupun tidak.


Bagaimana tidak? Sudah aneka macam bukti bahwa Indonesia ialah negara plagiat alasannya adalah sering memalsukan karya-karya orang lain dan sektor yang paling sering dijiplak adalah entertainment. Meskipun begitu, dunia menulis buku juga tidak luput dari jenis ‘penyakit’ ini. Dan, hal ini bisa berdampak buruk juga bagi penerbit buku.


Menurut Leo (2010), plagiarisme dalam teknik menulis terjadi dikala penulis tidak memperlihatkan sumber gosip yang dipakai dalam tulisannya, baik sengaja atau tidak, penulis itu disebut sebagai seorang plagiator atau pelanggar hak cipta orang lain.


Plagiarus ialah bahasa Latin dari plagiarisme yang bermakna penculik. Selaknya penculik, plagiator akan mengambill karya orang lain dan mengklaim bahwa karya itu miliknya.


Bahkan di tingkat pendidikan, plagiarisme terjadi nyaris terjadi di semua sektor. Seperti acara contek-menjiplak, bekerjsama ialah bentuk plagiarisme besar dan jelas-terperinci yang masih dilakukan oleh lebih banyak didominasi pelajar.


Ironisnya, civitas academica banyak yang tidak begitu jeli dan tidak mempermasalahkan langkah-langkah tersebut. Alasannya yaitu, hukuman bagi plagiator dirasa masih terlalu ringan dan penyelidikannya terhitung masih setengah-setengah.


Adapun kasus ringan tentang plagiarisme semacam; teledor dalam mencantumkan sumber acuan, mengada-ada sumber contoh, bahkan menggandakan sumber teladan. Misalkan bila mahasiswa ada tugas, mereka sering hanya mengertik ulang makalah yang notabene merupakan tugas selesai senior mereka. Ironisnya pula, terkadang ada penguji yang mengenali hal ini, tetapi membiarkan mereka lulus karena tuntutan universitas sebagai branding.


 


2. Melecehkan Agama, Suku Bangsa, dan Politik.


Menulis buku semestinya menghidari faktor-faktor politik dan SARA, agar tidak mengakibatkan pertengkaran yang tidak dikehendaki. Selain itu, pelecehan tersebut dapat menyebabkan penulis untuk disidang di meja hijau, dihakimi secara missal, penjeblosan ke penjara, dan bahkan bahaya pembunuhan. Setiap akibat dalam tindakan ini pastinya akan selalu bersifat merugikan penulis.


Alasannya klasik, yakni kita hidup di negara yang memiliki ragam budaya nan suku. Para pendahulu kita bersusah payah untuk menyatukan suku-suku tersebut dalam satu negara yang disebut Indonesia.


Lalu, apakah kita mau menghancurkan apa yang sudah dibangun sulit payah bertumpah darah oleh para pendahulu kita? Hanya sebab ingin mengangkat kepentingan kaum semata? Hindarilah perbuatan tersebut! Berikut pola-contoh pelanggaran berat ini


Teori Evolusi” karya Charles Darwin – mirip yang kita tahu bahwa goresan pena karya andal biologis terkenal ini menuai banyak kontroversi. Beberapa pemuka agama bahkan melarang teori ini dipraktekkan pada kurikulum biologi secara universal. Konon kabarnya ketika sang penulis sakit sebelum meninggal dunia, penulis sempat meratapi apa yang telah beliau tulis.


Buku “Satanic Verses” atau “Ayat-ayat Setan” karya Salman Rushdie – karya ini sempat menggemparkan masyarakat dan penulis buku ini sempat kucing-kucingan dengan penduduk tersebut.


Konon kabarnya, ada sejumlah hadiah yang ditawarkan untuk orang yang bisa menangkap penulis ini hidup atau mati. Tentu saja, hal ini tidak hanya memiliki pengaruh jelek bagi penulis, tetapi juga penerbit buku.


3. Menfitnah Seseorang, Sekelompok Orang, Masyarakat, atau Lembaga


Zaman kini ialah masa fitnah merajalela. Kita yang belum terpelajar untuk menyaring berita , akan kesusahan untuk memilih mana informasi yang benar. Tengoklah kembali terhadap kurun pemilu silam, bukankah terlalu banyak media yang sangat kontras dengan yang lain?


Berita-isu tersebut sering dimuat di media massa elektronika maupun konvensional. Bahkan adapula beberapa buku otobiografi yang ditujukan untuk menyudutkan beberapa pihak.


Misalkan penulis ingin menulis perihal peristiwa yang menjadi catatan hitam sejarah, gunakanlah pendekatan kenyataan. Maksudnya, penulis cukup memperlihatkan data bukti catatan tersebut secara faktual dan tidak perlu menyertakan opini yang tidak perlu. Terutama opini-opini yang dapat menyulutkan emosi pembacanya.


Di segi lain, penulis juga disarankan untuk menawarkan deskripsi tentang pemicu-pemicu kejadian tersebut. Alasanya, dengan menunjukkan karena dalam suatu balasan, pembaca mampu diajak untuk berpikir mawas diri tanpa saling menyalahkan satu sama lain.


 


Menulis buku yang bagus yakni menulis dengan memegang tanggung jawab selaku seorang professional. Penulis harus menimbang-nimbang tujuan penulisan buku, mengikuti desain penulisannya, dan memastikan bahwa tulisannya bebas pelanggarang.


Tetaplah ingat bahwa menuis buku bukan cuma mencari keuntungan bisnis semata, tetapi tanggung jawab etika juga. Keuntungan bisnis hanyalah bonus perjuangan dikala menulis buku. Ingatlah dan selamat menulis!


Demikianlah artikel wacana Teknik Menulis: 3 Pelanggaran Berat dalam Menulis. Semoga berguna. [Mas Aji Gustiawan]


 


 


Referensi:


Leo, Sutanto . 2010. Kiat Jitu Menulis & Menerbitkan Buku. Jakarta: PENERBIT ERLANGGA


 


 


Anda TAK HARUS PUNYA NASKAH siap cetak untuk mendaftarkan diri Makara Penulis di penerbit buku kami. Dengan mendaftarkan diri, Anda mampu konsultasi dengan Customer Care yang siap membantu Anda dalam menulis hingga mempublikasikan buku. Maka, Anda tak perlu ragu untuk secepatnya MENDAFTAR. Silakan isi form di laman ini. 🙂


Jika Anda mengharapkan EBOOK GRATIS perihal CARA PRAKTIS MENULIS BUKU, silakan download



Sumber harus di isi

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama