Nilai mata duit digital Bitcoin perlahan beranjak naik. Mata duit crypto itu oleh analis dari Citibank bahkan diprediksi akan tembus menjamah level US$ 300.000 atau setara dengan Rp 4,2 miliar pada bulan Desember tahun 2021. Sebelumnya Bitcoin tembus US$ 17.000 pada 18 November 2020 kemarin. Angka tersebut yaitu tertinggi selama hampir tiga tahun terakhir.
Rencana bank sentral AS, The Federal AS, untuk melaksanakan diskusi digitalisasi mata uang menjadi pendongkrak harga Bitcoin. Tidak hanya itu saja, Bitcoin dinilai akan menerima keuntungan dari kebijakan fiskal dan moneter yang berimbas kepada penurunan nilai mata uang tradisional.
Juga hadirnya perkiraan Bitcoin selaku emas digital juga berhasil menarik perhatian para penanam modal untuk membeli mata uang cyrpto tersebut.
Namun, Bitcoin bukan satu-satunya yang menuai laba, mata duit digital lain juga diketahui ikut melambung.
Ethereum, mata uang digital atau crypto paling besar kedua sehabis Bitcoin naik lebih dari 20% dalam tujuh hari terakhir. Kenaikannya melebihi peningkatan Bitcoin.
Sementara itu, XRP, cryptocurrency paling besar ketiga, sudah melambung nyaris 25%. Litecoin, Polkadot, Cardano, dan Stellar, juga menikmati laba yang lebih besar daripada Bitcoin.
Pada hari Jumat (4/12/2020), Greg King, CEO Osprey Funds perusahaan yang berinvestasi dalam mata duit digital mengatakan, “Koin yang lebih kecil dapat mempunyai persentase pergerakan yang lebih besar dan ada banyak koin lain yang dapat diinvestasikan orang”.
Meski persentase kenaikannya lebih kecil dari mata uang digital yang lain, namun Bitcoin tetap menjadi mata uang digital paling besar dan biasa disebut selaku Altcoin. Nilai ketika ini dari semua Bitcoin yang beredar adalah sekitar US$ 360 miliar. Nilai Ethereum di utara US$ 70 miliar sementara XRP sekitar US$ 30 miliar. Litecoin, paling besar kelima, memiliki nilai di bawah US$ 6 miliar.
King menyertakan, “Masuk akal bagi investor untuk memiliki portofolio dengan Bitcoin dan Ethereum untuk jangka panjang dan mempunyai sekeranjang dari sebagian lainnya untuk diperdagangkan”.
Seperti yang sudah dikenali, mata uang digital menjadi pilihan di era krisis mirip ketika ini. Hal tersebut dipengaruhi oleh tarif rendah yang dimiliki mata duit digital dan dolar yang makin melemah.
Bitcoin menerima laba dari dolar yang lebih lemah dan ekspektasi masa suku bunga super rendah yang berkepanjangan akan menciptakan inflasi. Hal itu meningkatkan daya tarik mata uang digital.
Kepala Perdagangan perusahaan blockchain NEM Nicholas Pelecanos, mencatat Ethereum yang sekarang diperdagangkan sekitar US$ 615, nilainya 50% di bawah tertinggi sepanjang era di atas US$ 1.400 dari permulaan 2018.
Investasi dengan mata duit digital menjadi mengambarkan sehat untuk pasar cryptocurrency yang lebih luas. Menandakan bagaimana penanam modal pasar saham menyadari bahwa mereka perlu berinvestasi di saham-saham berkapitalisasi kecil dan bukan cuma di FAANG raksasa yang mendominasi di S&P 500 dan Nasdaq.
CEO Fireblocks sebuah perusahaan keselamatan aset digital, Michael Shaulov. mengatakan, “Ledakan cryptocurrency adalah konsekuensi dari lingkungan ekonomi”.
Ia mengungkapkan, bahwa ledakan dari mata duit digital membuat aneka macam negara juga akan menciptakan mata duit digitalnya sendiri. Seperti yang kita pahami ada Tether dan Paxos cryptocurrency yang disokong oleh dolar, euro, dan mata uang pemerintah yang lain.
Selain itu ada, Libra yang disokong Facebook (FB), yang sedang dalam proses diganti namanya menjadi Diem, mata uang itu diprediksi mampu mengakibatkan lebih banyak konsumen rata-rata memakai cryptocurrency atau mata duit digital.
Sumber stt.ac.id