Naskah Ditolak Oleh Penerbit Buku? Ini Alasannya Adalah

Sebagai pihak yang berperan penting dalam proses bikinan buku, penerbit buku memiliki hak untuk mendapatkan atau menolak naskah yang kita buat.


Menerbitkan buku yaitu salah satu keinginan setiap penulis yang sejatinya tidak mampu diwujudkan dengan mudah. Ada usaha panjang yang harus dilalui oleh seorang penulis hingga tulisannya berhasil diterbitkan oleh sebuah penerbit buku. Berangkat dari keadaan tersebut, kita mampu melihat bahwa penerbit buku memiliki kewenangan yang besar untuk memilih nasib dari goresan pena yang telah kita buat. Apabila goresan pena kita dianggap baik, maka akan dengan mudah goresan pena kita diterbitkan oleh pihak penerbit, begitu juga sebaliknya. Tidak sedikit tulisan-tulisan yang bagus intinya berasal dari naskah-naskah yang pernah ditolak oleh penerbit. Dengan adanya penolakan tersebut, banyak penulis yang kemudian mempelajari kembali banyak sekali hal terkait dengan dunia kepenulisan, baik secara substantif ataupun teknis kepenulisan. Dari pelajaran tersebut, penulis tersebut lalu merasa siap kembali untuk mengajukan naskahnya terhadap pihak penerbit. Tentu hal tersebut bukanlah sesuatu yang gampang untuk dihadapi sebab menyangkut mental dan nasib tulisan yang kita buat.


Pada segi yang lain, tak sedikit juga para penulis yang berhasil meloloskan tulisannya saat sedang dikerjakan evaluasi oleh pihak penerbit buku. Kita bisa menduga bahwa mereka adalah penulis-penulis yang memang sudah berpengalaman ketika mesti bermasalah dengan penerbit. Meskipun demikian, ada beberapa penulis gres juga yang mereka secara cermat mengamati tolok ukur tulisan yang ditetapkan oleh suatu penerbit. Artinya semenjak awal mereka telah mempersiapkan berbagai hal untuk menghadapi proses evaluasi di penerbit. Beberapa hal yang biasanya dilaksanakan adalah dengan melaksanakan observasi kecil-kecilan kepada profil penerbit yang ditujunya. Kegiatan tersebut tentu memiliki kegunaan bagi penulis untuk meminimalisir ditolaknya naskah yang sudah dibuatnya tersebut. Kita pasti menyadari bahwa setiap penerbit mempunyai ciri khasnya masing-masing. Dalam artian setiap penerbit memiliki prioritas terbitannya sendiri. Untuk mengantisipasi penolakan dari pihak penerbit, berikut ada beberapa hal yang perlu kita pahami.



  1. Topik Tidak Terlalu Populer


Salah satu argumentasi yang sering dipakai penerbit buku untuk menolak naskah kita adalah terkait dengan topik yang kita angkat. Bagi penerbit yang mempunyai nalar laba, hal tersebut menjadi patokan tersendiri. Ketika topik yang kita angkat tidak sedang banyak dibahas oleh penduduk , maka kemungkinan buku kita untuk diterbitkan yakni cukup kecil. Dengan kata lain, kita tidak menyesuaikan keperluan masyarakat terhadap suatu topik yang sedang hangat dibahas oleh publik. Sebagai contohnya saat kita sedang memasuki kurun-era penyeleksian umum, maka buku yang tepat untuk diterbitkan ialah yang terkait dengan politik. Akan cukup kesusahan bagi penerbit untuk mempublikasikan tulisan kita yang mempunyai topik tidak relevan dengan kondisi sosial pada dikala-ketika tertentu. Meskipun demikian, bukan bermakna tulisan kita tidak mampu diterbitkan sama sekali. Kita pasti perlu tabah untuk menunggu momen yang sempurna. Artinya akan ada waktu tersendiri bagi tulisan kita untuk mampu diterbitkan dan sesuai dengan cita-cita penduduk .


Ketidaksesuaian topik yang kita angkat dengan kebutuhan masyarakat tersebut secara tidak eksklusif juga memiliki dampak pada jumlah penjualan. Apabila kita memaksakan untuk tetap mempublikasikan buku kita, maka kemungkinan yang timbul ialah tidak banyak penduduk yang mengenali buku kita. Dengan kata lain, pengguna dari buku kita condong kecil dan cuma menjamah pada segmen-segmen tertentu saja. Ketika kita menerbitkan buku tentang sejarah kerajaan Singosari, maka segmen pasar tetap kita ialah mereka yang memang menggemari hal-hal terkait dengan sejarah, khususnya kerajaan. Beberapa kalangan akademisi mampu jadi menggunakan buku kita. Hanya saja buku kita kurang disenangi oleh masyarakat biasa yang bekerjsama bukan target pasar kita. Oleh alasannya adalah itu, kita juga harus mempertimbangkan segmen pembaca secara cermat. Penerbit buku akan berani menerbitkan goresan pena kita selama segmen pembaca yang kita sasaran jumlahnya mampu dihitung dan kemungkinan memang direspon faktual oleh masyarakat.



  1. Ada Kemiripan dengan Buku Lain


Aspek lain lagi yang perlu kita ketahui adalah terkait dengan kemiripan buku yang ingin kita terbitkan dengan buku-buku lain yang sudah ada di pasaran. Untuk mengantisipasi hal ini, kita bisa melakukan observasi terlebih dahulu. Caranya ialah dengan memilih topik yang ingin kita angkat. Selanjutnya yakni mencari gosip terkait dengan buku-buku yang telah ada. Kita mampu mencari gosip tersebut melalui internet atau dengan datang eksklusif ke beberapa toko buku. Ketika kita ingin menulis tentang karakteristik partai politik yang ada di Indonesia, maka kita harus memutuskan bahwa bahasan yang ingin kita sampaikan belum pernah dibahas oleh penulis lain. Apabila kita menemukan hal yang sama temanya, maka kita perlu mengenali isi dari buku yang ditulis oleh orang lain. Perbedaan isi buku tersebut akan menjadi kunci penting bagi kita untuk terus melanjutkan buku yang kita tulis atau tidak. Pihak penerbit buku tentu tidak ingin jika buku yang kita terbitkan ternyata sudah ada di pasaran. Artinya kita hanya melaksanakan pengulangan dan tidak ada hal baru yang disediakan.



  1. Bahasa yang Digunakan Kurang Tepat


Penggunaan bahasa dalam menulis suatu buku menjadi hal penting yang juga perlu untuk kita amati bareng . Kita perlu menyadari bahwa setiap penulis memiliki gaya bahasanya masing-masing. Meskipun demikian, kita juga perlu memahami bahwa tidak semua pembaca mengerti bahasa yang kita gunakan. Oleh alasannya itu, menjadi hal yang penting bagi kita untuk memakai gaya bahasa yang relatif gampang dipahami oleh pembaca. Hal tersebut bisa kita kerjakan dengan cara melakukan analisis kepada segmen pasar yang ingin kita tuju. Ketika tulisan kita memang dibentuk untuk tujuan akademis, maka kita mampu memakai bahasa-bahasa yang sering digunakan di kelompok akademisi. Di segi lain, kita juga perlu menggunakan gaya bahasa yang biasa ketika segmen pasar kita adalah masyarakat biasa. Pada faktor ini, pihak penerbit buku nantinya akan melaksanakan pengecekan kepada segmen pasar yang kita tuju dengan gaya bahasa yang kita gunakan.



  1. Banyak Salah Ketik


Terakhir, banyaknya kesalahan yang kita buat sendiri terhadap tulisan kita juga menjadi sumber dilema bagi nasib goresan pena kita. Banyaknya kesalahan yang kita buat juga mempunyai pengaruh pada keputusan penerbit buku untuk menolak naskah kita. Tentu pihak penerbit tidak mau terbebani oleh kesalahan-kesalahan sepele yang kita lakukan sendiri. Pada masalah tersebut, pihak penerbit umumnya akan mengembalikan naskah kita untuk diperbaiki. Selanjutnya, kesalahan tersebut bukan hanya terkait dengan teknis penulisan (typo), tetapi juga terkait dengan sistematika bab dan hal-hal teknis yang lain. Oleh sebab itu, kita perlu membaca dan mencermati ulang goresan pena yang telah kita buat sebelum mengirimkannya kepada pihak penerbit. Ketika tulisan kita jauh dari banyak sekali kesalahan yang dibentuk secara pribadi, pihak penerbit tentu akan menawarkan penilaian tersendiri kepada kita. Kita nantinya juga dianggap selaku penulis yang cermat dan bertanggung jawab terhadap tulisannya sendiri.


 


Referensi


Arifin, Syamsul dan Kusrianto, Adi, 2009, Sukses Menulis Buku Ajar dan Referensi, Jakarta: PT Grasindo.


[Bastian Widyatama]



Sumber mesti di isi

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama