Kasus Gagal Bayar Duit Nasabah Kembali Muncul





PT Indosterling Optima Investa (IOI) terseret kasus gagal bayar duit nasabah. Perkara ini ialah gagal bayar terkait produk Indosterling High Yield Promissory Notes (HYPN). Untuk berita, produk investasi HYPN tersebut menjanjikan imbal hasil sebesar 9 persen bahkan hingga 12 persen setiap tahunnya.


Andreas sebagaiPengacara dari sejumlah nasabah IOI mengatakan, “PT IOI menghimpun dana sejak 2018 atau 2019 dengan memasarkan produk High Yield Promisory Notes dengan bunga 9-12 persen. Namun bulan April 2020 mulai gagal bayar”.


Mengenai kasus tersebut, hasilnya berlanjut melalui permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.


Pada hari Minggu (15/11/2020) kemarin, Andreas menyampaikan, “Kalau berdasarkan PKPU, nasabah Indosterling mencapai 1.200-2.000 orang, dengan total dana dihimpun kurang lebih Rp 2-3 triliun. Tapi berdasarkan terlapor bilangnya Rp 1,99 triliun”.


Klien dari Andreas menentukan untuk tidak ikut PKPU, mereka memilih jalur pidana dengan melaporkan ke Bareskrim Polri semenjak 6 Juli 2020 silam. Ada tiga pihak yang dilaporkan yaitu PT IOI, Sean William Hanley (SWH) adalah eksekutif dan komisaris Juli Berliana Posman (JBP).


Kasus Gagal Bayar Uang Nasabah Kembali Muncul

Kasus Gagal Bayar Uang Nasabah Kembali Muncul


Andreas menjelaskan, “PKPU sudah putus hanya klien saya itu tidak ikut di PKPU-nya. Mereka lebih memilih jalur pidana. Kalau PKPU kan bisa aset itu jika pailit, kalau tidak ya akan usang. Mereka menunjukkan pencairan jika tidak salah 4-7 tahun. Klien aku tidak mau, mereka maunya sesuai kontraksaja, atau minimal kembalikan sisanya boleh pakai aset”.


Ia menambahkan, bahwa dari beberapa berita diketahui IOI ternyata tidak mempunyai izin dari BI maupun OJK.


Ia menyampaikan, “Berdasarkan mitra lawyer yang satu lagi katanya sudah bersurat ke BI dan surat itu telah diberikan ke penyidik. Memang tidak ada izin, padahal dalam kontrakmereka ada ditulis di pasal 6 huruf e beliau mempunyai segala jenis izin termasuk lembaga keuangan. Izinnya ia cuma perdagangan saja, jikalau mengumpulkan dana kan gak bisa cuma itu”.


Seperti yang diketahui, pada 1 Oktober 2020 Andreas dan kliennya sudah mendatangi Bareskrim terkait masalah ini. Ternyata status tersangka telah ditetapkan pada 30 September 2020.


Ia menerangkan, “Jadi dengan berdasarkan hal ini, lewat kami, 58 orang nasabah dengan kerugian meraih Rp 95 miliar, melaporkan ke Bareskrim Polri dengan No LP 0364/VII/2020/Bareskrim pada tanggal 6 Juli 2020 dan Direkturnya berinisial SWH sudah ditetapkan sebagai tersangka pada tanggal 30 September 2020.


Klien dari Andreas pun meminta tiga hal, di antaranya ialah pertama meminta gelar perkara khusus terkait tersangka tidak ditahan, kedua meminta aset perkara disita, dan ketiga meminta pihak berwenang untuk mencekal tersangka.


Andreas menyatakan, “Minta diblokir imigrasi, karena yang dikhawatirkan melarikan diri. Tersangka ini memang masih di dalam negeri, katanya dibilang tidak ditahan sebab kooperatif, mereka mempertanyakan itu”.







Sumber stt.ac.id

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama