Setelah sembilan pekan dalam tren yang terus naik dan bahkan meraih level tertinggi sepanjang masa, harga emas di pasar spot dunia sekarang mulai menampakkan kebosanan.
Penurunan harga emas kali ini tampaknya dipengaruhi oleh tanda-tanda pemulihan ekonomi yang sigfinikan.
Seperti yang dikenali, harga emas pada pekan pertama di bulan Agustus sempat berada di rekor tertingginya yaitu US$ 2.072,27 per troy ons. Tapi setelahnya harga logam mulia mulai menunjukkan penurunan hingga hari ini.
Jika dihitung secara akumulatif, harga emas di pasar dunia telah turun 6,76 persen ke level harga US$ 1.933,6/oz. Untuk saat ini harga emas masih belum mampu untuk menuju ke arah level tertingginya lagi.
Seperti yang diketahui, sesudah 2 hari menyentuh rekor tertinggi sepanjang era, harga emas langsung ambles hingga 5,72 persen. Dalam 4 dari 5 perdagangan setelahnya, emas mencatat kenaikan. Namun pada hari Rabu (19/8/2020) harga emas kembali ambles 4 persen.
Mengutip dari Kitco, beberapa analis menyebut bahwa emas sekarang masuk fase konsolidasi. Para analis juga melihat fase konsolidasi ini selaku koreksi sehat emas sehabis terbang tinggi di tahun ini, dan cantik untuk outook penguatan emas jangka panjang.
Untuk berita, yang dimaksud dengan fase konsolidasi itu mempunyai arti bahwa emas akan naik turun dalam rentang harga tertentu dalam sementara waktu lamanya. Pada satu titik, fase konsolidasi dapat mengakibatkan pergerakan besar bila menembus batas atas atau batas bawah fase konsolidasi.
Setelah melampaui rekor di tahun 2011 pada US$ 1.920/troy ons harga emas yang sempat reli sembilan pekan beruntun terus mencetak rekor tertinggi barunya dalam sejarah. Namun kebangkitan dolar AS dan agresi ambil untung sempat menekan harga emas.
Emas masih berpeluang untuk reli lagi, utamanya jikalau terjadi pelemahan kepada dolar greenback dan koreksi di pasar saham
Pergerakan harga logam mulia emas dan dolar AS memang berbanding terbalik. Ketika dolar AS menguat maka yang terjadi justru sebaliknya terhadap harga emas.
Kepala strategi komoditas Saxo Bank, Ole Hansen, menyampaikan dolar AS yang perlahan kembali menguat akan menjadi aspek penekan harga emas yang signifikan dalam jangka pendek.
Mengutip Kitco pada hari Minggu (23/8/2020), Ole mengatakan, “Kami melihat posisi jual (short) dolar AS ada di level ekstrim dan posisi tersebut saat ini mulai menurun. Hal itu membuat posisi bulish emas juga akan menurun dalam jangka pendek”.
Komentar lain datang dari Mike McGlone -Ahli seni manajemen komoditas senior Bloomberg Intelligence- yang mengatakan, “Penguatan harga emas kemungkinan akan terakselerasi, berdasarkan ekonomis kami, khususnya sebab fundamental makroekonomi yang mendukung ketika ini dan emas emas akan bergerak masa rendahnya pada 2013-2018″.
Glone bahkan menerangkan, “Titik paling rendah emas di sekitar US$ 700 pada 2008 dan meraih puncak di dekat US$ 1.900 pada 2011. Dengan kecepatan yang sama hingga 2,7x dari level terendahnya tahun ini di US$ 1.470, maka harga emas mampu sentuh US$ 4.000 pada 2023.”
Sumber stt.ac.id