Covid-19 Bukan Satu-Satunya Yang Sempat Membuat Ekonomi Dunia Babak Belur





Kondisi pandemi memang mempunyai cukup andil yang sedikit banyak menghipnotis sistem perekonomian secara global, dan bahkan sukses menekan ekonomi dari seluruh negara.


Situasi yang terjadi ini memaksa insan untuk membatasi perihal interaksi diri dengan insan yang yang lain demi alasan untuk menekan penyebaran virus.


Untuk berita, pandemi Covid-19 bukanlah satu-satunya yang sempat membuat ekonomi dunia menjadi babak belur mirip saat ini.


Jika menyaksikan sejarah, tepatnya sekitar tahun 1918. Ekonomi dunia juga pernah hancur lebur alasannya adalah pandemi Flu Spanyol.


Mengutip laporan dari econreview.berkeley.edu yang disusun oleh Ally Mintzer, tertulis bahwa Flu Spanyol saat itu juga memaksa banyak negara di dunia melakukan pembatasan yang mempengaruhi terhadap contoh konsumsi masyarakat dan dunia perjuangan.


Sehingga kurun itu, roda perekonomian bergerak sangat lambat dan bahkan dihentikan sementara.


Flu Spanyol yang terjadi di sekitar tahun 1918 itu adalah yang terparah dalam sejarah negara adikuasa Amerika Serikat (AS). Karena pandemi tersebut telah merenggut setidaknya ratusan ribu nyawa. Ditaksir korbannya setara dengan 0,8 persen dari populasi AS.


Tidak cuma itu, Flu Spanyol tersebut juga serempak dengan terjadinya Perang Dunia 1.


Sebuah studi dari para mahir biologi Universitas Florida melaporkan bahwa ada keterkaitan yang berpengaruh antara penularan Flu Spanyol tersebut dengan pengangguran dikala itu.


Seperti yang dimengerti, virus Flu Spanyol memiliki tingkat ajal yang tinggi untuk siapa saja yang berusia sekitar 18-40 tahun, utamanya bagi mereka yang berjenis kelamin laki-laki.


Covid-19 Bukan Satu-satunya Yang Sempat Membuat Ekonomi Dunia Babak Belur

Covid-19 Bukan Satu-satunya Yang Sempat Membuat Ekonomi Dunia Babak Belur


Pandemi tersebut tidak hanya menciptakan industri hiburan dan jasa mengalami kerugian yang cukup besar, tetapi di sisi lain terdapat pula bisnis seperti kesehatan yang justru alami kenaikan.


Federal Reserve St. Louis menyebutkan, bahwa imbas ekonomi dari pandemi 1918 tersebut bersifat jangka pendek, pembayaran honor orang lebih cepat wajar dan banyak bisnis mulai pulih dan beroperasi lebih cepat.


Kini, kejadian yang sama berulang. Dunia saat ini tengah dilanda pandemi Covid-19 yang membuat perekonomian global menjadi frustasi alasannya adalah banyak negara melakukan lockdown sebagai cara untuk menekan penyebaran virus corona.


Jika melihat data dari riset un.org, jual beli barang secara global berkurang sebesar 3 persen pada kuartal pertama di tahun ini. Lantas pada kuartal II 2020 diperkiraan juga masih akan melemah.


Pada bidang ekspor dan impor dari negara meningkat bahkan tercatat alami penurunan sebesar 7 persen pada kuartal II 2020.


Hal yang sama juga melanda pada bidang pelancong internasional di berbagai negara yang tercatat alami keadaan terburuk sepanjang sejarah semenjak tahun 1950. Angka jumlah pelancong menurun hingga 60 persen dalam lima bulan pertama di tahun 2020.


Tidak hanya itu, Venezuela dan Zimbabwe bahkan mengalami tertekan nilai mata uang sebesar 70 persen imbas dari pandemi Covid-19 ini. Selain dua negara tersebut, terdapat pula Brasil, Zambia dan Seychelles yang alami nasib yang sama, ialah mata uang terdepresiasi sebesar 20 persen terhadap dolar AS.


Dana Moneter Internasional (IMF) bahkan memperkirakan bahwa kemajuan ekonomi pada tahun ini akan minus sebesar 4,9 persen. Angka ini lebih rendah kalau dibandingkan dengan proyeksi yang dirilis pada bulan April lalu adalah sebesar 1,9 persen.


Dalam laporan IMF, perkembangan negara maju mirip AS minus 8,0 persen, Jerman minus 10,2 persen, Prancis minus 7,8 persen, Italia minus 12,5 persen, Spanyol minus 12,8 persen. Sementara kemajuan ekonomi Jepang minus 12,8 persn, Inggris minus 5,8 persen, Kanada minus 10,2 persen, dan negara maju yang lain minus 4,8 persen.


Sementara itu, ASEAN yang dimana Indonesia termasuk di dalamnya, IMF memperkirakan ekonomi Tanah Air akan minus 0,3 persen, sementara Malaysia, Filipina dan Thailand akan alami minus sebesar 3,8 persen, 3,6 persen dan 7,7 persen.







Sumber stt.ac.id

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama