Pandemi wabah penyakit Covid-19 yang mulanya muncul di Wuhan tersebut, memang tidak hanya menimbulkan pengaruh jelek terhadap kesehatan saja.
Belakangan, penyakit ini juga berefek dan mensugesti perekonomian global. Bahkan beberapa negara telah mengalami situasi ini. Negara berkembang, negara maju bahkan termasuk Amerika Serikat (AS) yang merupakan negara adi daya sekalipun, alami kontraksi ekonomi efek dari wabah ini. Negara-negara itu jatuh ke jurang resesi ekonomi. Ada banyak negara yang telah masuk resesi di kuartal II-2020, dan akan banyak lagi yang menyusul di kuartal ini.
Hingga dikala ini, telah tercatat terdapat 47 negara yang mengumumkan alami resesi ekonomi. Seperti yang dimengerti, ada sekian banyak negara yang memilih melaksanakan lockdown atau penguncian wilayah selaku cara untuk memutus rantai penyebaran dari virus corona.
Imbasnya yakni pemerintah dari negara-negara tersebut mengorbankan sektor ekonomi, sehingga roda perekonomiannya melambat secara signifikan bahkan nyaris mati suri.
Mengambil pola AS, negara Donald Trump yang mempunyai nilai perekonomiannya paling besar di dunia menjadi salah satu yang alami kontraksi produk domestik bruto (PDB) sangat parah.
Jika menyaksikan data pada pembacaan kedua, PDB kuartal II-2020 AS dilaporkan sebesar minus 31,7 persen. Angka ini menjadi kontraksi ekonomi terparah pada sepanjang sejarah AS.
Kini Covid-19 tidak hanya menimbulkan pengaruh banyak negara alami kontraksi ekonomi. Selain reresi, Covid-19 sekarang juga mampu menyebabkan efek yang lain, yakni currency war. Untuk isu, pada tahun lalu info perang mata uang mencuat sehabis China mendevaluasi kurs Yuan melawan Dolar AS.
Devaluasi mata duit bertujuan semoga produk yang dihasilkan menjadi kompetitif di pasar internasional, sehingga seruan ekspor akan meningkat.
Hal yang serupa berisiko juga terjadi di tahun ini, pasalnya kurs Euro saat ini terus bergerak naik. Melihat pada data hari Selasa (1/9/2020) yang lalu, Euro sempat menyentuh level US$ 1, 2000 melawan Dolar AS.
Seperti yang dikenali, terakhir kalinya Euro menyentuh level US$ 1,2000 yakni pada awal bulan Mei 2018 silam.
Nilai tukar Euro sudah mencapai level tertinggi dalam lebih dari 2 tahun terakhir, tetapi berdasarkan Reuters, indeks euro sekarang telah berada di level tertinggi dalam 6 tahun terakhir.
Sebagaimana dilansir Reuters, Selasa (7/9/2020), Jim Caron -manajer fixed income portofolio di Morgan Stanley Investment Management- mengatakan, “Penguatan Euro sangat hebat, dan ECB harus menanggapi itu”.
ECB yang sekarang di bawah komando Christine Lagarde akan memberitahukan kebijakan moneter pada Kamis (10/9/2020) nanti, dan pernyataannya terkait kurs Euro paling dinanti pelaku pasar.
Sumber stt.ac.id