Teknik Menulis Buku : Menentukan Sudut Pandang (Pov)

Teknik Menulis




Ini yakni sudut pandang yang tidak yummy. Kenapa saya bilang tidak lezat? Sebab sang pencerita harus mengerti segalah tingkah laris “Kamu” bukan tingkah laku si pencerita. Tokoh terutama adalah “Kamu” namun yang bercerita ialah orang yang menatap “Kamu”. Saya sendiri jarang menyaksikan sudut pandang ini pada suatu kisah, baik novel maupun cerpen. Namun pada surat, pidato, surat bisnis atau goresan pena non fiksi yang lain, sudut pandang ini justru sering dipakai.





Jika belum pernah tahu sudut pandang ini, aku akan mengilustrasikan sedikit pada paragraf dibawah ini:





Angkatlah tanganmu. Lihatlah ada cinta menggembung dalam bongkahan jemarimu. Cinta yang berkembang bukan dalam waktu semalam. Cinta yang telah berkembang di usia tiga tahun pertunanganmu dengannya. Bahagiakah engkau? Puaskah engkau sudah menipunya? Engkau menghendaki tak seorang pun menyentuhnya namun engkau ialah penyentuh ratusan perempuan yang bersedia demi bayaran dari dompetmu





Contoh tulisan PoV orang kedua: Camping Out (Ernest Hemingway), How To Become Writer (Lorrie More).





Sampai sejauh ini saya belum pernah membaca PoV orang kedua buatan Indonesia.





Lantas Mana yang Saya Pilih?





Orang yang gres mulai mengasah teknik menulis buku kisah umumnya lebih banyak memakai PoV orang pertama. Ini memang lebih mudah. PoV pertama menceritakan diri sendiri tanpa perlu susah-susah mencari dari sudut pandang orang lain (bukankah biasanya kita begitu?). Gunakan PoV ini bila anda gres saja mengasah teknik menulis buku. Sesudah final bermain-main dengan PoV pertama, ubah tulisan anda ke PoV orang ketiga. Baca kembali goresan pena Anda, maka anda akan merasakan imbas yang berbeda.





PoV orang pertama akan menempatkan pembaca pada pihak narator. Jika narator ialah anak tiri yang terlantar, maka pembaca akan merasa demikian juga. Kemarahan narator ialah kemarahan pembaca juga dan hasil jadinya mempengaruhi pembaca untuk tidak senang antagonis. Dengan demikian, Anda akan kehilangan emosi di tokoh lainnya.





Sudut pandang orang kedua akan membuat pembaca hadir di dongeng (alasannya adalah kita menggunakan “Kamu”). Jika “Kamu” disini adalah penjahat, maka Anda sama saja memposisikan pembaca sebagai penjahat. Tentu saja perkataan buruk kepada “Kamu” akan menciptakan pembaca merasa buruk juga dan ujung-ujungnya membangkitkan emosi pembaca. Antara narator dan pembaca akan terjalin kekerabatan yang bersahabat. Seperti seseorang yang bercerita terhadap temannya atau dektektif dengan penjahatnya.





Sudut pandang orang ketiga membuat Anda dapat menonjolkan semua emosi tokoh. Pembaca yakni pengamat dari luar (tidak terlibat di dalam kisah) selayaknya menonton suatu bioskop. Baiknya, pembaca memperhatikan secara rata semua tokoh, tidak baiknya emosi yang ditimbulkan tidak terlalu dalam. Jika Anda berusaha menghipnotis pembaca, sebaiknya menggunakan sudut pandang orang pertama sementara sudut pandang orang ketiga dipakai untuk menitikberatkan pada inti cerita.





Pada kenyataannya, akhir-simpulan ini terdapat pertumbuhan mempesona tentang PoV. Pada novel Perempuan Kembang Jepun (Lan Fang), masing-masing tokoh mendapat ‘jatah’ sudut pandang orang pertama padahal umumnya cuma salah satu tokoh saja. Begitu juga dengan Three Wedding and Jane Austen (Prima Santika).





Lalu, kapan penulis mengguankan sudut pandang orang pertama dan kapan menggunakan sudut pandang orang ketiga?





Jawabannya pasti terserah penulis masing-masing. Lebih nyaman memakai sudut pandang orang pertama, atau lebih tenteram menggunakan sudut pandang orang ketiga.





Tapi, ada pula penulis menggunakan teknik menulis dongeng berdasarkan pengalaman hidupnya. seperti halnya karya Andrea Hirata, A.Fuadi, dan beberapa penulis lainnya tentu memakai sudut pandang orang pertama.





Kebanyakan penulis memakai teknik menulis sudut pandang orang ketiga jikalau menulis hal yang sifatnya murni berupa karangan. Walaupun ada juga yang memakai sudut pandang orang pertama.





Jika Anda telah merasa bisa menguasai teknik menulis tersebut, mengapa tidak dibukukan saja? Penerbit buku deepublish juga mempublikasikan buku fiksi! Marilah bergabung dengan ribuan penulis yang sudah berhubungan dengan penerbit buku deepublish! Tetaplah berimajinasi, dan tetaplah berkreasi! Salam penerbit buku deepublish!







Sumber harus di isi

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama