Minat dari kelompok penduduk , terutama kaum milenial yang mulai meningkat disinyalir mulai membanjiri pasar modal Indonesia. Terbukti, dalam sepanjang tahun 2020, tercatat bahwa jumlah investor pasar modal yang meningkat sebesar 56 persen menjadi 3,87 juta.
Penambahan penanam modal gres itu pasti menjadi kabar yang baik, namun ternyata ada segi lain dari fenomena tersebut.
Dari lini kurun sosial media, ramai oleh keluhan dari para investor yang nekat berupaya membeli saham menggunakan duit panas, mulai dari uang hasil santunan online, bahkan hingga menggadaikan surat tanah dan BPKB kendaraan beroda empat.
Melansir dari Detikfinance, Founder WH Project, William Hartanto mengatakan bahwa perkara seperti itu memang sering menimpa pada investor gres. Mereka terlalu yakin diri sehingga berani untuk memakai duit panas dalam membeli saham.
Pada hari Minggu (17/1/2021), William menuturkan, “Ini fenomena lupa diri. Saya sudah sering ketemu masalah begini, ada yang duit modal nikah pun diletakkan di saham rampung rugi”.
Fenomena perihal pembelian saham menggunakan duit panas, berdasarkan William juga terjadi alasannya imbas sosial media yang booming membicarakan mengenai bursa saham.
Tergoda Influencer
Masih berdasarkan William, pembahasan terkait saham yang sedang ramai di sosial media justru menyesatkan para influencer yang merekomendasikan saham.
Wiliam mengatakan, “Ini mungkin alasannya imbas media umum yang menyesatkan mirip influencer pamer-pamer portofolio yang tanpa sadar mengajak untuk ikut berbelanja saham tersebut. Memang nggak ada undangan khusus mirip ‘ayo beli saham ini’ tetapi manusia bila dikasih lihat uang ya niscaya kesengsem”.
Menurut Analis Panin Sekuritas itu para investor saham baru dikala ini kurang menerima edukasi yang benar wacana investasi saham. Seharusnya mereka telah memiliki bekal terkait seni manajemen jual dan beli saham sampai risiko dalam berinvestasi saham.
Pandemi Covid-19
Pemerhati dan Praktisi Pasar Saham, Desmond Wira salah satu yang mengunggah fenomena itu di media sosial. Menurutnya fenomena itu timbul juga sebab pandemi Covid-19.
Desmond mengatakan, “Fenomena seperti ini sering terjadi, dahulu juga sering. Namun perbedaannya kini investor banyak dimudahkan oleh teknologi. Pinjam duit mampu online. Gadai juga bisa online. Buka rekening saham bisa online. Kebetulan dikala pandemi banyak orang yang tinggal di rumah, berusaha mencari penghasilan pelengkap”.
Ia menyertakan, “Kebetulan setelah anjlok dalam saat pandemi, kemudian rebound tajam. Ini sungguh mempesona utamanya orang awam. Easy money dianggapnya. Saat rebound kan pasar saham relatif tidak ada koreksi. Apalagi sekarang banyak influencer saham di sosial media, mulai dari FB, IG, Twitter, Tik Tok. Semakin ramailah yang ikut ke pasar saham”.
Terkait minimnya edukasi soal saham, juga diamini oleh Desmond. Ia memastikan bahwa edukasi yakni sungguh penting sebelum menggeluti di instrumen investasi yang memiliki risiko tinggi itu.
Banyak investor pemula yang justru menganggap pasar saham ialah jalan pintas untuk menambah hartanya. Apalagi memang beberapa bulan terakhir pasar modal Indonesia tengah rebound sesudah anjlok di permulaan pandemi.
“Rata-rata yang investor muda yang gres menggeluti memang kurang teredukasi. Hal ini mampu dimaklumi karena investor dadakan, ya mungkin saja belum sempat mencar ilmu namun sudah kepingin profit besar. Walaupun bahwasanya jikalau mau berguru banyak bahan berguru yang tersedia di internet, gratis pula”, jelasnya.
Desmond mengingatkan membeli saham menggunakan uang panas sungguh berbahaya. Sebab sama saja memakai leverag atau imbas pengungkit. Hasilnya jikalau sukses memang bisa menerima profit besar, tetapi sebaliknya jika rugi juga akan berkali-kali lipat.
Sumber stt.ac.id